Pages

Selasa, 14 Januari 2014

Shalahuddin Al-Ayyubi

Shalahuddin Al-Ayyubi adalah nama julukan dari Yusuf bin Najmudin. Beliau dilahirkan pada 532H/1138M di Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Irak. Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan. Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, peguasa Suriah waktu itu. Karena memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan salib (Crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran.

Pada 1169 M, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat. Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun strateginnya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman tentara Salib.



Shalahuddin terkenal sebagai penguasa yang menunaikan kebenaran, bahkan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Tepat pada September 1174 M, Shalahuddin menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh kepada Khalifah Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belum cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, sesudah kematian sultan Nuruddin, Shalahuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia. Satu per satu wilayah penting berhasil dikuasainya: Damaskus (tahun 1174), Aleppo atau Halb (1138), dan Mosul (1186).


Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khaththab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusslaem pada 636 M, orang-orang Islam, Yahudi, dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina. Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di Kota Suci tersebut.

Namun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih dari 460 tahun itu porak poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembor-gemborkan oleh patriarch bernama Ermite. Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib pertama. Kota Suci ini berhasil mereka rebut pada 1099. Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab.

Menyadari betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi umat Islam dan mendengar kezhaliman orang-orang Kristen di sana, pada 1187 M. Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib kedua. Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 Juli 1187. Dua bulan kemudian (Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.

Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 M, tentara kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ketiga), dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Philip Augustus, dan Raja Inggris Richard “The Lion Heart”. Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjataakhirnya disepakati oleh kedua belah pihak. Pada 1192 M, Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam. Namun demikian, kedua belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

Setahun kemudian, tepatnya tanggal 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan napas terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tetapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya. Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini.

0 komentar:

Posting Komentar