Suatu ketika, Al-Imam As-Sayyid ‘Alwi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani (ayahanda As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki) sedang duduk di serambi Masjidil Haram bersama murid-muridnya dalam halaqah pengajiannya. Di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk bersama anak buahnya. Sementara orang-orang di Masjidil Haram sedang larut dalam ibadah.
Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan air hujan itu dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran di atas kiblat kaum muslim yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut. Air itu mereka tungkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd, terkejut dam mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah. Akhirnya para polisi pamong praja itu menghampiri kerumunan orang-orang Hijaz dan berkata kepada mereka yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Hai orang-orang musyrik, jangan lakukan itu. Itu perbuatan syirik. Hentikan!”
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz pun segera membubarkan diri dan pergi menuju Sayyid Alwi yang sedang mengajar murid-muridnya di halaqah, tempat beliau mengajar secara rutin. Kepada beliau, mereka menanyakan perikal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu. Ternyata Sayyid Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya.
Menerima fatwa Sayyid Alwi yang melegitimasi perbuatan mereka, akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijazitu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi tersebut. Bahakan ketika para polisi Baduwi itu menegur mereka untuk yang kedua kalinya. orang-orang Hijaz itu menjawab, “Kami tidak peduli teguran Anda, setelah Sayyid alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”
Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Baduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit berjalan menghampiri halaqah Sayyid Alwi. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Mereka menunggu-nunggu apa yang akan dibicarakan oleh dua ulama besar itu.
Dengan penuh sopan santun dan etika layaknya seorang ulama besar, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid Alwi, “Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?”
Medengar pertanyaan Syaikh Ibnu Sa’di, Sayyid Alwi menjawab, “Benar. bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di terkejut dan berkata, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sayyid Alwi menjawab, “Karena Allah berfirman dalam kitab-Nya tentang air hujan, ‘Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah,’ (Q.S. Qaaf [50]: 9). Allah swt juga berfirman mengenai Ka’bah, ‘Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkakan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Mekah), yang diberkahi (oleh Allah).’ (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 96)
Dengan demikian, air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid Alwi, “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
0 komentar:
Posting Komentar